Minggu, 12 Juli 2015

Doa Ngafalin Quran


Doa Nagafalin Qur'an
البسم الله الرحمن الرحيم
اللهم ان نسألك بكل السم هولك سمّيت به نفسك او انزالته في كتابك او اعطيته احداًمن خلقك اوستأثرت به في علم الغيب عندك انتجعل القران ربيع قلوبن ونور سدورن وجلا ٔعمومن ودهب احزانن وهمومن يا ارحم الراحمين

Allahumma inna nas aluka bikullismin huwalak, sammayta bihi nafsak, aw anzaltahu fi kitabik, aw a'thoytahu ahadam min kholkik, awistak tsarta bihi fi 'ilmil ghaibi 'indhak, antaj'alal Qur'ana robi'a qulubina, wanuro sudurina, wajalaa a 'umumina, wadahaba ahzanina wahumu mina, ya ar hamar rohimin..

Artinya:
kami memhon kpdaMu dg sgala namaMu yg mnjdi milikMu, yg dnganx engkau namakan driMu atau yg tlah engkau ajrkan kpd slah seorang mahlukMu atau yg tlah engkau trunkan di dlm ktabMu atau yg engkau rahasiakan dlm ilmu ghaib yg ada dsisiMu.
Agar engkau jadikan Al-Quran yg mulia sbgai pnyejuk hati kami, cahaya bagi dada kami, pelipur ksdihan kami, plenyap ksusahan n ksdihan kami, pngemudi & penunjuk kami mnuju surgamu. Surga yg penuh knikmatan, dg rahmatmu wahai dzat yg maha penyayang dari semua yg pnyayang.

Sabtu, 13 Juni 2015

Asbaz SILAT Surat AN-Naba'

1. tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya?
2. tentang berita yang besar*,
(An-Naba’ : 1-2)
* Yang dimaksud dengan berita yang besar ialah berita tentang hari berbangkit.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari al-Hasan bahwa ketika Nabi Muhammad saw diutus sebagai Rasul, orang-orang saling bertanya tentang berita yang dibawa Rasul (kiamat). Ayat ini (An-Naba’: 1-2) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Asbaz SILAT Surat An-Naaziaat

 10. (orang-orang kafir) berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula*?
11. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila Kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?”
12. mereka berkata: “Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”.
(an-Naazi’aat: 10-12)
* Setelah orang-orang kafir mendengar adanya hari kebangkitan sesudah mati mereka merasa heran dan mengejek sebab menurut keyakinan mereka tidak ada hari kebangkitan itu. Itulah sebabnya mereka bertanya demikian itu.
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur yang bersumber dari Muhammad bin Ka’ab bahwa ketika turun Firman Alla a innaa la marduuduuna fil haafiroh (…. Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula ?) (an-Naazi’aat: 10) sebagai keterangan kepada Rasulullah, dan terdengar oleh kaum kafir Quraisy, mereka berkata: “Kalau kita dihidupkan kembali sesudah mati, tentu kita akan rugi.” Maka turunlah ayat berikutnya (an-Naazi’aat: 12) sebagai keterangan dari Allah kepada Rasul-Nya tentang ucapan kaum kafir Quraisy itu.
42. (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?**
43. siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)?
44. kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).
45. kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit)
46. pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari**.
(an-Naazi’aat: 42-46)
**   Kata-kata ini mereka ucapkan adalah sebagai ejekan saja, bukan karena mereka percaya  akan hari berbangkit.
*** Karena hebatnya suasana hari berbangkit itu mereka merasa bahwa hidup di dunia adalah sebentar saja.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ayat-ayat ini (an-Naazi’aat: 42-44) turun sebagai penegasan bahwa hanya Allah yang mengetahui waktunya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Juwaibir, dari adl-Dlahhak, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum musyrikin Mekah bertanya dengan sinis kepada Rasulullah saw: “Kapan terjadinya kiamat?” Allah menurunkan  ayat-ayat ini (an-Naazi’aat: 42-46) yang menegaskan bahwa hanya Allah Yang Maha Mengetahui waktunya.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari Thariq bin Syihab. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dar ‘Urwah bahwa Rasulullah saw sering menyebut-nyebut kiamat. Maka turunlah ayat-ayat ini (an-Naazi’aat: 43-44) sebagai perintah untuk menyerahkan persoalannya kepada Allah swt

Asbaz SILAT SUrat 'Abasa

1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
2. karena telah datang seorang buta kepadanya*.
3. tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4. atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup*,
6. Maka kamu melayaninya.
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8. dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
9. sedang ia takut kepada (Allah),
10. Maka kamu mengabaikannya.
(‘Abasa: 1-10)
*     Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah s.a.w. meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w. bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah s.a.w.
**   Yaitu pembesar-pembesar Quraisy yang sedang dihadapi Rasulullah s.a.w. yang diharapkannya dapat masuk Islam.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Anas bahwa Firman Allah. ‘Abasa wa tawallaa (Dia [Muhammad] bermuka masam dan berpaling0 turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, seorang buta yang datang kepada Nabi Muhammad saw seraya berkata: “Berilah aku petunjuk yang Rasulullah.” Pada waktu itu Rasulullah saw sedang menghadapi para embesar kaum musyrikin Quraisy. Beliau berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan tetap menghadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ibnu Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakana ini mengganggu tuan ?” Rasulullah saw menjawab: “Tidak.” Ayat-ayat ini (‘Abasa: 1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw itu.
17. binasalah manusia; Alangkah Amat sangat kekafirannya?
(‘Abasa: 17)
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ayat ini (‘Abasa:17) turun berkenaan dengan ‘Utbah bin Abi Lahab yang berkata: “Aku kufur kepada Rabb bintang.” Ayat ini menegaskan bahwa manusia akan celaka karena kekufurannya.

admin sangat jauh dari kesempurnaan. mohon koreksi dan masukannya..
klik pelajaran "tajwid" dan "fiqih"

Asbaz SILAT Surat At-Takwir

“ 28.(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.”
29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”
(At-Takwiir: 28)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Sulaiman bin Musa. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Baqiyyah bin ‘Amr bin Muhammad, dari Zaid bin Aslam, yang bersumber dari Abu Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir dari Sulaiman bin al-Qasim bin Mukhaimarah bahwa ketika turun ayat li man syaa-a mingkum ay yastaqiim ([yaitu] bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus) (At-Takwiir: 28), Abu Jahal berkata: “Kalau demikian, kitalah yang menentukan, apakah mau lurus atau tidak.” Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (At-Takwiir: 29) yang membantah anggapan itu, dan menegaskan bahwa Allah-lah yang menentukannya.

Asbaz SILAT Surat Al-Infithar

Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.”
(Al-Infithoor: 6)

 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf yang mengingkari hari ba’ts(dibangkitkan dari kubur). Ayat ini merupakan teguran kepada orang yang tidak percaya kepada ketentuan Allah.

Asbaz SILAT Surat Al-Mutaffifin

1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang*,
2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
(Al-Mutoffifiin: 1-3)
* Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.

Diriwayatkan oleh an-Nasa-I dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Ibny ‘Abbas bahwa ketika Rasulullah saw sampai ke Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk orang-orang yang paling curang dalam menakar dan menimbang. Maka Allah menurunkan ayat-ayat ini sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat tersebut turun, orang-orang Madinah menjadi orang-orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.